Minggu, 02 Desember 2012

Kajian interteks dan sastra bandingan nasional



Latar belakang
Sastra bandingan, dalam penelitian umum serta dalam kaitannya dengan  sejarah ataupun bidang ilmu lain, merupakan bagian dari sastra. Di dalamnya terdapat upaya bagaiman menghubungkan sastra yang satu dengn yang lain, bagaiman pengaruh antar keduanya, serta apa yang dapat diambil dan apa yang diberikannya. Atas dasar inilah penelitian dalam sastra bandingan bersifat berpindah dari satu sastra ke sastra yang lain, kemudian dicari benang merahnya. Terkadang perpindahan ini bias dari segi lafadz-lafadz bahasa, tema, serta gambaran yang di perlihatkan sastrawan dalam tema, ataupun hubungan dengan karya sastra lain.
Rumusan masalah
1.      Apakah landasan intertekstual?
2.      Apa pengertian hipogram?
3.      Bagaimana transformasi teks?
4.      Bagaimana cara membandingkan puisi lama (syair dan pantun)?
5.      Bagaimana cara membandingkan prosa lama (dongeng dan hikayat)?
6.      Bagaimana membandingkan sastra sejarah?
Tujuan
1.      Menjelaskan tentang landasan intekstual
2.      Menjelaskan pengertian hipogram
3.      Mengetahui secara terperinci tentang transformasi teks
4.      Menjelaskan perbandingan puisi lama
5.      Menjelaskan perbandingan prosa lama
6.      Menjelaskan perbandingan sastra sejarah


BAB II
PEMBAHASAN
1.      TEORI INTERTEKSTUAL
Nurgiyantoro (1992:50) mengatakan bahwa kajian intertekstual merupakan terhadap sejumlah teks sastra yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu. Mengacu pendapat Nurgiyantoro tersebut, dapat dikatakan bahwa kajian intertekstual mencakup sastra bandingan, yaitu studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih (Wellek dan Warren, 1990 :49).
Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan hubungan-hubungan bermakna d antara dua teks atau lebih. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.
Menurut Riffaterre (1978: 5)  pendekatan suatu karya sastra di satu pihak adalah dialektik antara teks dan pembaca, dan di pihak lain adalah dialektik antara tataran mimetik dan tataran semiotik. Lebih jauh Riffaterre menjelaskan bahwa pembaca sebagai pemberi makna harus mulai dengan menemukan arti (meaning) unsur-unsurnya, yaitu kata-kata  berdasar fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang mimetik (mimetic function), tetapi kemudian harus ditingkatkan ke tataran semiotik, yaitu kode karya sastra harus dibongkar secara struktural (decoding) atas dasar signifinance, yang hanya dapat dipahami   dengan kompetensi linguistik (linguistic competence), kompetensi kesastraan (literary competence), dan terutama dalam hubungannya dengan teks lain. Hal ini disebabkan oleh karena membaca karya sastra pada dasarnya adalah membina atau membangun acuan. Adapun acauan itu didapat dari pengalaman membaca  teks-teks lain dalam sistem konvensi kesastraan. Dengan demikian suatu sajak (baca: karya sastra) baru bermakna penuh dalam hubungannya atau pertentangannya dengan karya sastra lain. Karya sastra lain yang menunjukkan hubungan antar teks yang menjadi acuannya disebut hipogram (hypogram). Dalam hubungan antar teks tersebut terdapat dua hal yang dikemukakan oleh Riffaterre (1978: 5), yaitu:7 (1) ekspansi (expansion), dan (2) konversi (conversion). Ekspansi adalah perluasan atau pengembangan dari hipogram, sedangkan konversi adalah pemutar balikan hipogram atau matriksnya. Di samping itu, Partini Sardjono (l986: 63) menambah dua hal yang telah dikemukakan oleh Riffaterre tersebut, yaitu: (3) modifikasi (modification) atau pengubahan, dan (4) ekserp (exerpt). Lebih lanjut Partini Sardjono menjelaskan bahwa modifikasi biasanya merupakan manipulasi pada tataran linguistik, yaitu manipulasi kata atau urutan kata dalam kalimat; pada tataran kesastraan ialah manipulasi tokoh (protagonis) atau plot cerita. Ekserp artinya intisari suatu unsur atau episode dari hipogram.
Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru apabila didasarkan atas pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Oleh karena itulah, secara praktis aktivitas interteks terjadi melalui dua cara yaitu : (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama, (b) hanya membaca sebuah teks tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks yang lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya.

Hubungan Intertekstual
Dalam hal hubungan sejarah antarteks itu, perlu diperhatikan prinsip intertektualitas. Hal ini ditunjukkan oleh Rifaterre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978) bahwa sajak baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak lain. Hubungan ini dapat berupa persamaan atau pertentangan. Selanjutnya dkatakan Rifaterre (1978:11,23) bahwa sajak (teks sastra) yang menjadi latar karya sastra sesudahnya itu itu disebut hipogram (Pradopo 2005: 167).
Julia Kristeva (dalam Culler, 1977:139) menegaskan bahwa setiap teks itu merupakan penyerapan atau transformasi teks-teks lain. Sebuah sajak itu merupakan penyerapan dan tranformasi hipogramnya. Dengan ungkapan lain, bagi Kristeva, masuknya teks ke dalam teks lain adalah hal yang biasa terjadi dalam karya sastra, sebab pada hakikatnya suatu teks merupakan bentuk absorsi dan transformasi dari sejumlah teks lain, sehingga terlihat sebagai suatu mozaik (Ali Imron: 2005:80).
Dalam realitasnya, karya sastra yang muncul kemudian ada yang bersifat menentang gagasan atau ide sentral hipogramnya, ada yang justru menguatkan atau mendukung, namun ada juga yang memperbarui gagasan yang ada dalam hipogram
Prinsip intertekstual merupakan salah satu sarana pemberian makna terhadap sebuah teks sastra (sajak). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu selalu menanggapi teks-teks lain yang ditulis sebelumnya. Dalam meanggapiteks itu penyair mempunyai pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan konsep estetik sendiri yang ditentukan oleh horizon harapannya, yaitu pemikiran-pemikiran, konsep estetik, dan pengetahuan tentang sastra yang dimilikinya. Semuanya itu ditentukan oleh pengetahuan yang didapat olehnya yang tak terlepas dari pandangan-pandangan dunia dan kondisi serta situasi zamannya.

Kepengawasan Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang dan Tujuan
Setelah kita mengetahui pengertian dan macam-macam administrasi pendidikan pada umumnya dan segala bidang serta kegiatannya. Maka kepengawasan pendidikan atau biasa disebut dengan supervisi pendidikan merupakan kegiatan yang sangan erat dengan administrasi pendidikan. Tujuan pokok administrasi pendidikan adalah mengorganisasikan dan berusaha memperlancar proses belajar mengajar di sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditentukan, sedangkan tujuan pokok supervisi pendidikan adalah membina dengan kontinu terhadap perbaikan dan pengembangan program pengajaran.
Pada makalah ini akan dijelaskan secara berturut-turut tentang pengertian dari kepengawasan pendidikan, konsep, prinsip-prinsip, tujuan, fungsi, tipe/gaya, proses, teknik, metode, macam-macam supervisi pendidikan, dan pengawasan yang efektif.

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Kepengawasan Pendidikan
Supervisi dilihat dari sudut etimologi berasal dari kata ‘super dan ‘vision’ yang berarti ‘atas’ dan ‘penglihatan’, secara etimologis supervisi berarti penglihatan dari atas. Istilah ‘melihat’ dalam hubungannya dengan masalah supervisi searti dengan ‘menilik’, ‘mengontrol’, ‘mengawasi’. Pada dasarnya supervisi ialah mengawasi segala tugas dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada bawahan. Dengan pengertian tugas dan tanggung jawab itu telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan atau belum. Jika sudah, perlu ditingkatkan. Jika belum, akan dicari sebabnya kemudian dicari jalan keluarnya sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil tercapai. menurut Murdick pengawan merupkan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdidri dari tiga tahap (1) menerapkan standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.
Oleh karena itu secara semantik pengertian supervisi pendidikan ialah bantuan yang diberikan supervisor kepada guru(bawahan), agar ia mengalami pertumbuhan secara maksimal dan integral baik provesi maupun pribadinya.
            Berikut pengertian supervisi pendidikan menurut beberapa ahli:
1)      Boardmen
Supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing secara lanjut pertumbuhan guru-guru baik secara pribadi maupun kelompok agar lebih memahami dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.
2)      Mc. Nemey
Supervision is the procedures of giving direction to and providing critical evaluations of the intructional process.
3)      Kimball Wiles
Supervision is assistance in the development of a better teaching – learning situation.
4)      Adams & Dickey
Supervision is an expert technical service primarily aimed at studying an improving co – operatively all factors which affect child growth and development.
Dari beberapa pengertian supervisi di atas tersirat makna:
  1. Supervisi bukan usaha pengarahan yang membentuk pribadi guru selaras dengan pola yang dikehendaki supervisor, tetapi supervisor membantu gruru agar guru berkembang menjadi pribadi yang sesuai dengan kodratnya.
  2. Dalam kegiatan supervisi pendidikan bukan hanya provesi guru yang bertumbuh, tetapi juga pribadinya.
  3. Dalam kegiatan supervisi pendidikan tidak mencari kesalahan guru, tetapi membantu mereka agar dapat menemukan masalah yang dihadapai dan bagaimana memecahkannya.
2. Prinsip-prinsip Supervisi
  1. Prinsip Fundamental
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah falsafah dan dasar negara kita, sehingga bagi supervisor, Pancasila adalah prinsip fundamentalnya. Setiap supervisor pendidikan Indonesia harus bersikap konsisten dan konsekuen dalam pengamalan sila-sila Pancasila secara murni dan konsekuen.
  1. Prinsip Praktis
Dalam pelaksanaan sehari-hari berpedoman pada prinsip positif dan prinsip negatif.
1)      Prinsip positif merupan pedoman yang harus dilakukan seorang supervisor agar berhasil dalam pembinaannya
a)      Supervisi harus konstruktif dan kreatif
b)      Supervisi harus dilakukan berdasarkan hubungan profesional
c)      Supervisi hendaklah progresif, tekun, sabar, tabah, dan tawakal
d)     Supervisi hendaklah dapat mengembangkan potensi, bakat, dan kesanggupan untuk mencapai kemajuan.
e)      Supervisi hendaklah senantiasa memperhatikan kesejahteraan serta hubungan baik yang dinamik
f)       Supervisi hendaklah bertolak dari keadaan yang kini nyata ada menuju sesuatu yang dicita-citakan
g)      Supervisi harus jujur, obyektif, dan siap mengevaluasi diri sendiri demi kemajuan
2)      Prinsip negatif merupakan pedoman yang tidak boleh dilakukan oleh seorang supervisor dalam kegiatan supervisi.
a)      Supervisi tidak boleh memaksakan kemauannya kepada orang yang disupervisi
b)      Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi, keluarga, perkoncoan, dan sebagainya
c)      Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak, dan memperkuda bawahan.
d)     Supervisi tidak boleh menutup kemungkinan terhadap hasrat berkembang dan ingin maju dari bawahannya dengan segala dalih apapun
e)      Supervisi tidak boleh mengeksplotasi bawahan dan bersifat otoriter
f)       Supervisi tidak boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya
g)      Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur, dan menutup diri terhadap kritik dan saran dari bawahannya
  1. Tujuan Supervisi Pendidikan
Tujuan umum supervisi pendidikan harus sama dengan Tujuan Pendidikan Nasional sesuai keputusan MPR yang tertera dalam GBHN 1983, sebagai berikut;
Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama, bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.1
Tujuan khusus supervisi pendidikan yang merupakan tugas-tugas khusus seorang supervisor yaitu:
a.       Membina guru-guru untuk lebih memahami tujuan umum pendidikan
b.      Membina guru-guru guna mengatasi problem-problem siswa demi kemajuan prestasi belajarnya
c.       Membina guru-guru untuk mempersiapkan siswa-siswanya untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif, kreatif, etis serta religius


 
1Subari, Supervisi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 12.

d.      Membina guru-guru dalam meningkatkan kemampuan mengevaluasi, mendiagnosa kesulitan belajar, dan seterusnya
e.       Membina guru-guru dalam memperbesar kesadaran tentang tata kerja yang demikratis, kooperatif serta kegotong royongan
f.       Memperbesar ambisi guru-guru /dan karyawan dalam meningkatkan mutu profesinya
g.      Membina guru-guru /dan karyawan meningkatkan popularitas sekolahnya
h.      Melindungi guru-guru dan karyawan pendidikan terhadap tuntutan serta kritik-kritik tak wajar dari masyarakat
i.        Mengembangkan sikap kesetiakawanan dan ketemansejawatan dari seluruh tenaga pendidikan
  1. Fungsi Supervisi Pendidikan
Menurut Swearingen ada 8 fungsi, yaitu:
  1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah
  2. Memperluas pengalaman guru
  3. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah
  4. Menstimulir usaha-usaha yang kreatif
  5. Memberikan fasilitas dan penelitian yang terus-menerus
  6. Menganalisis situasi belajar mengajar
  7. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf
  8. Mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru
Menurut Ametembun ada 4 fungsi, yaitu:
  1. Penelitian
  2. Penilaian
  3. Perbaikan
  4. Pembinaan
  1. Tipe atau Gaya Supervisi Pendidikan
Dalam menunaikan fungsinya, seorang supervisor dapat menggunakan berbagai bentuk/cara supervisi. Ada 4 tipe khas/pokok supervisi pendidikan:
  1. Tipe Otokratis
Supervisor yang otokratis menganggap fungsinya sebagai penentu segala kebijakan yang harus dijalankan dan bagaimana harus menjalakannya. Selanjutnya mengawasi bagaimana kebijakannya itu dijalankan oleh bawahannya. Tipe ini mirip dengan inspeksi. Otoritas mutlak pada pihak supervisor.
  1. Tipe Demokratis
Supervisor yang demokratis menjalakankan fungsinya, secara konsekuen dengan fungsi supervisi yang sebenarnya, yaitu membina dalam arti semurni-murninya. Otoritas supervisor seimbang dengan otoritas pada pihak yang disupervisi.
  1. Tipe Pseudo/Quasi Demokratis
Dalam praktek sering terdapat seorang supervisor yang berbuat seolah-olah demokratis, seperti mengadakan rapat untuk memusyawarahkan sesuatu permasalahan tetapi dalam rapat tersebut supervisor memaksakan rencananya/keinginannya untuk dituruti bawahannya dengan cara/muslihat yang halus dan licin. Atau dapat juga bahwa yang dilaksanakannya bukan keputusan rapat, dengan alasan yang dipaksa-paksakan.
  1. Tipe Manipulasi Diplomatis
Supervisor tipe ini juga melaksanakan prinsip demokratis seperti mengadakan rapat/musyawarah, tetapi dengan kelihaiannya ia berusaha menggiring pikiran seluruh peserta rapat agar dapat menyetujui kehendaknya.
  1. Tipe Laissez-faire
Supervisor tipe ini mengiterpretasikan demokratis sebagai memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya sehingga akhirnya supervisor sendiri kehilangan otoritas sama sekali. Supervisor sangat menyerahkan/mempercayai bawahannya untuk mengambil keputusan apa saja.
  1. Proses Supervisi Pendidikan
  1. Supervisi yang preventif
Dalam proses supervisinya, supervisor senantiasa berusaha mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dengan berusaha memberikan nasihat-nasihat dan saran-saran untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta kesulitan-kesulitan/gangguan yang mungkin  bisa terjadi.
  1. Supervisi yang korektif
Dalam proses supervisinya, supervisor lebih bersifat mencari-mencari kesalahan-kesalahan bawahannya, baik kesalahan-kesalahan prinsipil, teknis, maupun dalam melaksanakan instruksi-instruksi/ketentuan-ketentuan yang telah diberikan oleh pihak supervisor.
  1. Supervisi yang konstruktif
Dalam proses supervisinya, supervisor senantiasa berusaha membangkitkan semangat membangun, mengembangkan potensi bawahannya demi peningkatan prestasi dan produktifitas kerja. Kecam-bina atau kritik yang bersifat membangun adalah ciri dari proses supervisi ini. Dalam kependidikan supervisi semacam ini, cenderung mengikuti asas ‘Tut wuri handayani’.
  1. Supervisi yang kreatif
Dalam proses supervisinya, supervisor senantiasa memperhatikan pada inisiatif, daya cipta, penelitian, kepemimpinan dan hasil-hasil penemuan bawahannya dengan memberikan penghargaan, piagam atau predikat-predikat keteladanan.

  1. Supervisi yang kooperatif
Dalam pelaksanaan supervisinya, supervisor selalu mengutamakan kerjasama, partisipasi, musyawarah, toleransi dengan bawahannya demi kemajuan dan pembangunan pendidikan. Kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi selalu mengikutsertakan bawahannya seluas-luasnya. Keberanian mengkritik dan siap dikritik secara sportif dan konstruktif merupakan kebiasaan atau budaya yang mendarah daging antara supervisor dengan orang-orang yang disupervisi.
  1. Menetapkan standar standar pelaksanaan pekerjaan
Penentuan standar mencakup kriteria untuk semua lapisan pekerjaan (job performance) yang terdapat dalam suatu organisasi. kriteria tersebut dapat dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan ialah suatu peryataan mengenai kondisi kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan dikerjakan secara memuaskan.
  1. Pengukuran/Pelaksanaan Pekerjaan
Metode dan teknik koreksinya dapat dilihat atau dijelaskan klasifikasi fungsi fungsi manajemen. (1) perencanaan: garis umpan balik proses manajemen dapat berwujud meninjau kembali rencana mengubah tujuan atau mengubah standar, (2) pengorganisasian: memeriksa apakah sturktur organisasi yang ada itu cukup sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah dimengerti dengan baik, dan apakah perlu penataan kembali orang orang, (3) penataan staf: memperbaiki sistem seleksi, (4) pengarahan: mengembangkan kepemimpinan yang lebih baik,  meningkatkan motivasi.
  1. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan
  1. Teknik Kelompok
Bila supervisor memperhitungkan bahwa masalah yang dihadapi bawahannya adalah sejenis, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan teknik kelompok, seperti rapat kerja sekolah, lokakarya, penataran, seminar, diskusi, dan sebagainya.

  1. Teknik Individual
Bila masalah yang dihadapi adalah masalah yang bersifat pribadi apalagi khusus atau ‘secret’, maka teknik yang digunakan sebaiknya adalah teknik individual, dengan pertemuan ‘empat mata’ dan dijamin kerahasiaannya.
  1. Metode-metode Supervisi Pendidikan
  1. Metode Langsung (direct method)
Bila supervisor menghadapi orang-orang yang disupervisi tanpa perantara/media, maka dikatakan bahwa ia menggunakan metode langsung, baik individual maupun kelompok. Misalnya konsultasi pribadi/kelompok, pertemuan guru bidang studi, dan sebagainya.
  1. Metode Tak Langsung (indirect method)
Bila dalam mencapai sasaran supervisi, supervisor mengadakan kontak tidak langsung atau menggunakan alat/benda perantara atau media dalam pelaksanaan supervisi, maka ia menggunakan metode tak langsung. Misalnya dengan menggunakan papan pengumuman dan sebagainya.
  1. Beberapa Macam Supervisi Pendidikan
  1. Supervisi Klinis (clinical supervision)
Supervisi klinis merupakan pembinaan profesional yang dilakukan secara sistematik kepada calon guru sesuai kebutuhan calon guru yang bersangkutan dengan tujuan untuk membina keterampilan mengajarnya. Pembinaan itu diberikan dengan cara yang memungkinkan calon guru menemukan sendiri cara-cara untuk memperbaiki kekurangannya sendiri (dalam suatu pengakuan yang jujur dan tulus).
  1. Validasi Teman Sejawat
Validasi teman sejawat merupakan validasi terhadap suatu lembaga pendidikan yang dijalankan oleh sekelompok validator yang seprofesi dengan para pengasuh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Dlam kegiatannya tercermin adanya keinginan dalam diri pelaksana lembaga pendidikan yang bersangkutan yang dinyatakan secara terbuka bahwa mereka atau lembaga yang diasuhnya agar divalidasi oleh pihak lain. Sementara sasaran kegiatan supervisi adalah mengadakan pembinaan kearah peningkatan kualitas lembaga.
  1. Pengawasan yang Efektif
Pengawasan yang efektif  harus melibatkan semua tingkat manajer dari tingkat atas sampai tingkat bawah, dan kelompok-kelompok kerja. konsep pengawasan efektif ini mengacu pada pengawasan mutu terpadu atau Total Quality Qontrol (TQC). TQC sebagai suatu sistem untuk memadukan bermacam macam kualitas (pemeliharaan, perbaikan, pengembangan) produksi, dan pemasarannya dengan tingkat harga yang paling ekonomis teapi dapat memberikan kepuasan bagi para pemaikainya.
Didalam dunia pendidikan QTC akan dapat efektif, jia pada setiap tingkatan pendidika mempunyai keterpaduan, kerja sama yang baik antara kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam melakukan pengawasan mutu.
Beberapa kondosi yang harus diperhatikan jika pengawasan ini dapat berfungsi efektif, antara lain:
  1. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kreteria yang dipergunakan dalam sisitem pendidikan, yaitu revansi, efekivitas, efesiensi dan produkvitas.
  2. Pengawasan hendaknya disesuaikan degan sifat dan kebutuhan organisai
  3. Pengawan hendaknya dibatasi
  4. Sistem pengawan hendaknya harus dikemudi (steering controls)
  5. Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan
  6. Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu menemukan masalah, menemukan penyebab dll.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepengawasan pendidikan atau supervisi pendidikan ialah bantuan yang diberikan supervisor kepada guru(bawahan), agar ia mengalami pertumbuhan secara maksimal dan integral baik provesi maupun pribadinya. Proses dasarnya terdidri dari tiga tahap (1) menerapkan standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar, dan (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksanaan dengan standar dan rencana.


Daftar Pustaka
Fattah, Nanang. 2011. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda karya Offset.
H. Gunawan, Ary. 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Subari. 1994. Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Psikologi Gejala Kognisi, Konasi, Emosi, dan Campuran



  A. Gejala yang Terdapat dalam Video

Dalam gejala jiwa, terdapat empat gejala yaitu gejala kognisi, konasi, emosi, dan campuran. Dari video yang telah kelompok kami buat, saya akan memfokuskan pada gejala emosi. Emosi merupakan suatu keadaan yang merangsang fisik maupun psikis seseorang.
Nova ialah seorang siswa yang semangat, orang yang semangat identik dengan kondisi jasmani yang sehat dan perasaan yang senang. Dengan kondisi jasmani sehat dan perasaan senang timbulah suatu reaksi yaitu, nova menjalani kegiatan lesnya dengan semangat, mengerjakan tugas dari guru lesnya dengan mudah, mampu membantu dan menyemangati teman-teman lesnya, padahal nova juga seorang siswa biasa yang setiap pagi hari hingga siang belajar di sekolah.
Esih siswa yang malas, ia merasa kegiatan lesnya sangat tidak melelahkan karena pagi hari ia sudah sekolah tapi harus belajar lagi di tempat les. Pola pikirnya tersebut mengakibatkan perasaannya menjadi buruk dan jasmaninya pun terlihat seperti kelelahan atau tidak sehat. Oleh karena itu timbul reaksi ia sulit menerima pelajaran, tidak sigap dalam mengerjakan tugas, dan bermalas-malasan.
Atun siswa yang sedang sakit namun tetap berkemauan mengikuti pelajaran. Kondisi fisik atun yang sedang sakit menimbulkan reaksi kesulitan mengerjakan tugas. Ia sedikit sibuk mengendalikan sakitnya seperti manahan batuk. Perasaannya pun biasa-biasa saja, hanya yang terpenting mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas dari guru lesnya.
B. Konsep Perkembangan dan Pertumbuhan
Perkembangan mengandung makna pemunculan hal yang baru.1 Perkembangan merupakan konsep perubahan makhluk hidup yaitu perubahan pada fisik maupun psikis atau jasmani dan rohani. Di dalam konsep perkembangan terdapat pertumbuhan, kematangan, belajar, dan latihan.
Istilah pertumbuhan diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif menyangkut aspek-aspek jasmani atau perubahan-perubahan yang terjadi pada organ tubuh dan struktur fisik. Pertumbuhan fisik yang terjadi pada diri anak menyangkut semua aspek organ tubuh dan struktur fisiknya baik organ dalam maupun organ luar..2 Selain bersifat kuantitatif pertumbuhan juga bersifat alamiah. Seperti pertumbuhan rambut yang semakin panjang. Meskipun bersifat alami, pertumbuhan dapat dipercepat yaitu dengan cara belajar dan latihan.
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk menjalankan fungsinya (Hurlock, 1956).3 Anak yang sudah matang yaitu anak yang dapat menggunakan organ tubuh dalam atau organ tubuh luar sesuai dengan fungsinya. Anak perempuan identik dengan rambut yang panjang dan indah, jika ia telah mampu berfikir mandiri dan mampu menggunakan pnca inderanya untuk mendukung kemauan dari berfikirnya, ia akan mempunyai gagasan dalam dirinya yaitu menginginkan rambut yang ideal untuk dirnya dan asik dipandang oleh orang lain dan panca inderanya membatu untuk melaksanakan kemauannya tersebut.
Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atau situasi atau rangsangan yang terjadi.4 Belajar merupakan suatu hal yang direncanakan atau disengaja. Anak yang belajar ialah yang mengalami dan merasakannya sendiri pada panca inderanya, anak melakukan perubahan. anak menginginkan rambutnya lebih panjang, lebat, dan ideal oleh karena itu ia bereksperimen dengan rambutnya mencoba berbagai macam sampo sampai dengan sampo yang cocok dengan rambutnya.
Kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang – ulang.5 Latihan merupakan suatu proses pengulangan yang berasal dari panca indera, belajar dan pengalaman. Contohnya seperti anak yang mencoba berbagai sampo tersebut ia melakukan pengulangan melalui panca inderanya kemudian pengalamannya dari sampo pertama yang ia pakai sampai berganti-ganti dengan sampo yang lainnya sehingga ia merasa puas.
Kesimpulannya, konsep-konsep di atas sangat berkesinambungan. Jika anak sudah mulai mengalami pertumbuhan, ia akan mengalami proses kematangan pula pada fisik dan psikisnya, serta dibantu oleh kegiatan belajar dan latihan agar proses perkembangan si anak menjadi lebih baik, terarah, dan positif.

Footnote
1H. Ahmad fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 72.
2Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju Mizan, 2004), h. 171-172.
3Galih Rosy, DEFINISI PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN, KEMATANGAN, DAN PENUAAN dalam http://rosy46nelli.wordpress.com diunduh tanggal 22 November 2009.
4H. Ahmad fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 44.
5Joesafira, Metode Latihan (Drill) dalam http://delsajoesafira.blogspot.com diunduh tanggal 21 Mei 2010.